Lahir di Pematangsiantar, Sumatera
Utara, William Tanuwijaya dibesarkan dalam keluarga yang kesulitan ekonomi.
Namun, ayah dan ibu dari William tahu bahwa pendidikan adalah hal terpenting
yang bisa membuat hidup anaknya lebih baik. Alhasil, orangtuanya mengirim
William ke Jakarta untuk meneruskan sekolah ke perguruan tinggi. Sayangnya,
saat awal semester William berkuliah, ayahnya jatuh sakit. Saat itu pula,
William memutuskan untuk menghidupi dirinya dan biaya sekolah tanpa bantuan
dari orang tuanya. Salah satu cara William untuk bisa mendapatkan penghasilan
adalah bekerja sebagai penjaga warnet yang berlokasi di dekat tempat kuliahnya
dahulu. William bekerja mulai pukul 9 malam sampai 9 pagi setiap harinya. Di warnet
tersebut, William menyadari bahwa internet mempunyai kekuatan yang tidak
memiliki batas.
Saat lulus kuliah pada 2003, William ingin bekerja di perusahaan teknologi besar seperti Goolgle. Namun, Google belum mempunyai kantor cabang Indonesia kala itu. Akhirnya, ia bekerja di sebuah kantor sebagai software engineering. Akhirnya, ia memiliki ide untuk membuat sebuah market place dan memulai karirnya di dunia start-up. Namun, kendala terbesar William kala itu adalah ketidakadaan dana yang cukup untuk membangun start-up-nya, terlebih ia juga tidak memiliki kenalan seorang investor. Lewat atasan di kantornya dulu, William dan rekannya, Leontinus Alpha Edison, bertemu dengan banyak investor dan mengemukakan idenya untuk membuat sebuah marketplace. Sayangnya, selama dua tahun William menawarkan idenya, belum ada investor yang yakin dengan ide William karena belum ada contoh marketplace yang sukses di Indonesia.
Saat lulus kuliah pada 2003, William ingin bekerja di perusahaan teknologi besar seperti Goolgle. Namun, Google belum mempunyai kantor cabang Indonesia kala itu. Akhirnya, ia bekerja di sebuah kantor sebagai software engineering. Akhirnya, ia memiliki ide untuk membuat sebuah market place dan memulai karirnya di dunia start-up. Namun, kendala terbesar William kala itu adalah ketidakadaan dana yang cukup untuk membangun start-up-nya, terlebih ia juga tidak memiliki kenalan seorang investor. Lewat atasan di kantornya dulu, William dan rekannya, Leontinus Alpha Edison, bertemu dengan banyak investor dan mengemukakan idenya untuk membuat sebuah marketplace. Sayangnya, selama dua tahun William menawarkan idenya, belum ada investor yang yakin dengan ide William karena belum ada contoh marketplace yang sukses di Indonesia.
Pada 2010, banyak investor luar negeri
yang datang ke Indonesia. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh William.
Namun, karena kemampuan bahasa Inggrisnya yang kurang memadai, William gagal
untuk menyakinkan para investor tersebut. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan
seorang investor dari Jepang yang kemampuan bahasa Inggrisnya juga pas-pasan. Komunikasi
antara mereka berdua tentu sulit, tetapi investor Jepang tersebut memahami
ide marketplacedari
William. Dari situ semuanya dimulai. Dari
pendanaan tersebut, William berhasil membangun Toko Pedia dan membuat Tokopedia
menjadi marketplace besar
di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar